separate
Media pencatat langkah kecilnya yang penuh kelucuan, keluguan, inovatif, kreatif dan segala tingkah usil dan kebandelannya
logo
Budhi Insan

Kalau Bisa Lembut, Kenapa Harus Keras


Tulisan ini sebenarnya sudah diposting di Media Robbani kira-kira setahun lalu tapi tidak ada salahnya jika diposting ulang disini, karena tulisan ini bercerita tentang Devon. Dan blog inilah tempat merekam jejak perjalanan Devon. Semoga tulisan usang ini tetap bisa memberi manfaat bagi pembaca, khususnya para orang tua dan pendidik.

Sore itu saya sedikit terkejut ketika pulang kantor melihat anakku hanya terdiam dikamar, tidak seperti hari-hari biasanya yang selalu ceria menyambut ayahnya pulang dengan cerita-ceritanya yang seolah tiada habisnya. Akhir-akhir ini dia sering menceritakan seputar teman-temannya yang baru, kebetulan dia baru masuk sekolah baru, tapi entah kenapa sore ini cerita-cerita itu tidak lagi menyambut kedatangan ayahnya. 

“Ah mungkin dia lagi capek sekolah dengan pelajaran barunya”, gumanku dalam hati menepis kecurigaan.

Tapi tidak lama setelah tas kerja dan sepatu kulepas dia menghampiriku dengan mata sedikit berkaca dan kalimat terbata-bata meminta padaku untuk pindah sekolah. “Ada apa ini ?” kataku dalam hati. Kuredam tangis anakku dengan senyum dan belaian rambutnya. 


Setelah selesai mandi dan sholat maghrib berjamaah, lagi-lagi anakku memintaku untuk memindahkan sekolah kesekolah Islam full day dengan alasan lebih dekat dari rumah dan banyak temannya di sana, ah sungguh aneh!!. Padahal kemaren-kemaren dia semangat sekali disekolah barunya di salah satu SMPN Surabaya, ketika kutanya kenapa minta pindah sekolah, dia hanya mengatakan “Ingin lebih dekat dari rumah”, tetapi sepertinya ada sesuatu masalah yang disembunyikannya. 

Dengan perlahan aku tanya padanya. 

Hayo adik harus jujur dan terus terang sama papa, agar masalahnya bisa diselesaikan", dia diam menundukkan kepala seolah ada yang ingin disampaikan tapi ditahan.

Sekali lagi kutanya "ada masalah apa dik..? hayo cerita, agar papa bisa membantu", dengan mata masih berkaca-kaca dia menceritakan bahwa tadi siang dia disuruh gurunya untuk memotong rambutnya.

“Loh bukannya dua hari lalu adik sudah potong rambutnya..? apa adik tidak cerita..?”

“Devon tidak diberi kesempatan untuk cerita, Pak Guru langsung potong rambutku lantas pergi”.  Jawabnya masih dengan agak terbata

“Kalau cuman disuruh potong rambut aja kenapa adik mesti nangis dan minta pindah sekolah..? tanyaku menyelidik.

“Tadi Pak guru menyuruhnya sambil membentak”, kata dia mengadu. 

“Ya sudah nanti dianterin potong rambut lagi”, kataku untuk meredam hatinya.

Mungkin Devon tidak terbiasa dengan suara yang berintonasi agak tinggi, karena sejak kecil dari KBIT, TKIT sampai SDIT hampir tidak ada suara dari ustadz dan ustadzahnya yang berintonasi tinggi. Devon agak sedikit kaget dan shock dengan perubahan tersebut, akhirnya sebagai orang tua saya berusaha menenangkan kegelisahannya dengan kata-kata yang klasik 

Itu karena Pak Guru sayang Devon, supaya Devon kelihatan rapi dan ganteng”.

Dari sedikit cerita ini bisa disimpulkan bahwa si Devon belum siap dengan perubahan dari guru-gurunya yang dulu lembut, kasih sayang serta pendekatannya sebagai teman, dengan gurunya sekarang yang menerapkan kedisiplinan dengan style yang lebih streng,  Saya pernah membaca sebuah buku karya dua orang ulama besar, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam), secara garis besarnya ada lima Metode Pendidikan dalam Islam.

Pertama adalah melalui Qudwah (Keteladanan)
Kedua adalah dengan Aadah (Pembiasaan)
Ketiga adalah melalui Pemberian Mau’izhoh (Nasehat)
Keempat dengan melaksanakan Mulahazhoh (Mekanisme Kontrol)
Kelima dengan Uqubah (Metode Pendidikan melalui Sistem sangsi)

Tidak ada yang salah memang dengan guru-gurunya yang dulu ataupun yang sekarang, mungkin proses adaptasi yang perlu dilakukan oleh si anak agar terbiasa menghadapi situasi yang baru, hanya barangkali pendekatan dengan cara persuasif berupa nasehat dan contoh yang baik akan lebih bisa diterima oleh si anak daripada harus dengan membentak, karena menurut hemat saya masa anak-anak adalah titik dasar pembentukan karakter dan kepribadian, dan orang tua ataupun pendidik merupakan panutan dari seluruh perilaku dan karakter yang akan direkam dan dicontoh oleh anak atau anak didiknya.

Tapi entahlah setiap orang punya cara dan persepsi sendiri-sendiri dalam melakukan pendekatan terhadap anak-anak ataupun anak didik, Pembacapun insya Allah juga punya cara sendiri cara mengekspresikan terhadap anak-anak.  

~silahkan di share di kolom komentar ~


17 comments:

"Setelah dibaca silakan kasih komentar karena postingannya sopan maka diharap komentarnya juga yang sopan, mohon tidak menulis komentar spam dan OOT disini."

  1. Anak-anak itu makhluk peniru. Apapun yang ada disekelilingnya pasti akan dicoba dan ditiru. Maka sebaiknya orang tua menjadi Qudwah Hasanah (Teladan yang baik) bagi putra-putrinya. Artikel yang inspiratif. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada pepatah Buah tidak akan jauh dari pohonnya, kalaupun jatuh tidak akan jauh, mungkin artinya anak2 itu peniru ulung orang tuanya..

      Delete
  2. ebelum komen mau tanya dulu ah, kok Dev dipanggil "adik"?
    Trus, kenapa gambarnya bukan foto Dev? Baru tau kalau papa Dev namanya Daddy. Wkwkwk. OOT.

    Waktu Luthfan SD juga pernah mendapat guru yang keras. Membuat Luthfan takut masuk sekolah. Waktu ditanya katanya walikelasnya suka kasar. Waktu itu aku mikir gmn caranya spy aku bs membuat Luthfan nyaman dgn gurunya. Obrol punya obrol, aku nemu cara pendekatannya. Aku sengaja selalu mengajak Luthfan mendengar aku dan gurunya ngobrol layaknya teman. Melihat aku dan gurunya berteman, luthfan jadi nyaman dgn gurunya. Akhirnya dia ngga takut lagi ke sekolah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. idenya perlu ditiru ini.
      dulu waktu kecil devon dipanggil adik kok mbak, soalnya devon cucu yang paling kecil.

      Delete
    2. Kadang anak hanya membutuhkan rasa nyaman, hingga dia bisa menerima sebuah keadaan. Jgn kita yang selalu mengambil keputusan utk menyelesaikannya, tp dorong dr blkg.
      Tdk menuruti kemauan Dev yg minta pindah sekolah itu betul banget. Sb nanti bs jadi kebiasaan, anak tdk mau menyelesaikan mslh tp lari dr masalah.

      Delete
    3. waktu itu saya melihatnya karena emosi sesaat dari Dev, biasa dimasa transisi dan dilingkungan baru kan perlu adaptasi, buktinya setelah naik klas 8 sampai sekarang, diledek mau dipindahin malah gak mau.

      Delete
    4. Kalau pindahnya ke Jakarta boleh deh!

      Delete
    5. Eeehh, tulisan di foto udah diganti. Mas Daddy kemana? :D

      Delete
  3. Ah, subhanallah... Saya mengalami kesulitan yang sebaliknya.. Karena mungkin terbiasa dibentak dan ditegur dengan intonasi suara yang tinggi, para murid dan mahasiswa tidak kunjung merubah bad attitude mesti sudah disindir berkali-kali. Bahkan ada wali murid yang mengecam bahwa saya kurang tegas terhadap anak-anak mereka karena saya cenderung lebih suka pendekatan secara friendly terhadap mereka...

    disini, ada simalakama rupanya.

    Berlaku ridhannaas ghayatun laa tudrak sepertinya :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. berarti memang pendidik harus dibekali ilmu psykology ya mbak, karena setiap anak punya sifat dan karakter yang berbeda, tapi kan harus dibedakan antara keras dan tegas...

      tetap semangat menjadi pendidik ya mbak

      Delete
  4. Destin juga pernah mengalami hal serupa berkaitan dengan rambut.
    Dulu, papanya DnB suka anaknya berambut panjang. mumpung masih belum SD, katanya. Tetapi di TK B, tiba2 destin tak mau sekolah jika tidak potong rambut.
    Di SD pun kejadian. menurut kami masih batas cepak, tapi Destin di suruh potong rambut. Dia sampai menangis ketika kami terus mengelak. Dia seperti trauma banget dengan rambut kepanjangan. "rambutku panjangnya harus 2 cm, pa.." dan sejak itu, secara berkala ia harus potong rambut.
    Untung tidak minta pindah sekolah, ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh Destin... apa kabarnya nak...
      tapi sekarang sudah gak trauma lagi kan mbak..

      salam buat Destin

      Delete
  5. Toss..Devon..te nchie juga sama ga terbiasa dengan suara nada tinggi..
    karena aku suka kelembutan..

    ReplyDelete
    Replies
    1. cieee... hatinya selembut salju ya Te Nch ?
      kan wanita memang lembut dan suka kelembutan...

      Delete
  6. yup. mengajarkan anak cara keras malah biasanya lebih susah masuknya

    ReplyDelete
  7. aku juga ga mau dibentak2 devon kita sama ya

    ReplyDelete
logo
Copyright © 2012 Media Indara.
Blogger Template by Clairvo