Apr
23
Kalau Bisa Lembut, Kenapa Harus Keras
Tulisan
ini sebenarnya sudah diposting di Media Robbani
kira-kira setahun lalu tapi tidak ada salahnya jika
diposting ulang disini, karena tulisan ini bercerita tentang Devon. Dan blog
inilah tempat merekam jejak perjalanan Devon. Semoga tulisan usang ini tetap
bisa memberi manfaat
bagi pembaca, khususnya para orang tua dan pendidik.
Sore
itu saya sedikit terkejut ketika pulang kantor melihat anakku hanya terdiam
dikamar, tidak seperti hari-hari biasanya yang selalu ceria menyambut ayahnya
pulang dengan cerita-ceritanya yang seolah tiada habisnya. Akhir-akhir ini dia
sering menceritakan seputar teman-temannya yang baru, kebetulan dia baru masuk
sekolah baru, tapi entah kenapa sore ini cerita-cerita itu tidak lagi menyambut
kedatangan ayahnya.
“Ah mungkin dia lagi capek sekolah dengan pelajaran
barunya”, gumanku dalam hati menepis kecurigaan.
Tapi
tidak lama setelah tas kerja dan sepatu kulepas dia menghampiriku dengan mata
sedikit berkaca dan kalimat terbata-bata meminta padaku untuk pindah sekolah. “Ada apa ini ?”
kataku dalam hati. Kuredam tangis anakku dengan senyum dan belaian rambutnya.
Dengan
perlahan aku tanya padanya.
“Hayo adik harus jujur dan terus terang sama papa,
agar masalahnya bisa diselesaikan",
dia diam menundukkan kepala seolah ada yang ingin disampaikan tapi ditahan.
Sekali lagi kutanya "ada masalah apa dik..? hayo cerita, agar papa bisa membantu",
dengan mata masih berkaca-kaca dia menceritakan bahwa tadi siang dia disuruh gurunya untuk memotong rambutnya.
“Loh bukannya dua hari
lalu adik sudah potong rambutnya..? apa adik tidak cerita..?”
“Devon tidak diberi kesempatan untuk cerita, Pak Guru langsung potong rambutku lantas pergi”. Jawabnya masih dengan agak terbata
“Kalau cuman disuruh
potong rambut aja kenapa adik mesti nangis dan minta pindah sekolah..? tanyaku menyelidik.
“Tadi Pak guru
menyuruhnya sambil membentak”, kata dia mengadu.
“Ya sudah nanti dianterin
potong rambut lagi”, kataku untuk
meredam hatinya.
Mungkin
Devon tidak terbiasa dengan suara yang berintonasi agak tinggi, karena sejak
kecil dari KBIT, TKIT sampai SDIT hampir tidak ada suara dari ustadz dan
ustadzahnya yang berintonasi tinggi. Devon
agak sedikit kaget dan shock dengan perubahan tersebut, akhirnya sebagai orang
tua saya berusaha menenangkan kegelisahannya dengan kata-kata yang klasik
“Itu karena
Pak Guru sayang Devon, supaya Devon kelihatan
rapi dan ganteng”.
Dari
sedikit cerita ini bisa disimpulkan bahwa si Devon belum siap dengan perubahan
dari guru-gurunya yang dulu lembut, kasih sayang serta pendekatannya sebagai
teman, dengan gurunya sekarang yang menerapkan kedisiplinan dengan style yang
lebih streng, Saya pernah membaca sebuah buku karya dua orang ulama
besar, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan
Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad
fil Islam), secara garis besarnya ada lima Metode Pendidikan dalam Islam.
Pertama adalah
melalui Qudwah (Keteladanan)
Kedua adalah dengan Aadah
(Pembiasaan)
Ketiga adalah melalui
Pemberian Mau’izhoh (Nasehat)
Keempat dengan
melaksanakan Mulahazhoh (Mekanisme Kontrol)
Kelima dengan Uqubah
(Metode Pendidikan melalui Sistem sangsi)
Tidak
ada yang salah memang dengan guru-gurunya yang dulu ataupun yang sekarang,
mungkin proses adaptasi yang perlu dilakukan oleh si anak agar terbiasa
menghadapi situasi yang baru, hanya barangkali pendekatan dengan cara persuasif
berupa nasehat dan contoh yang baik akan lebih bisa diterima oleh si anak
daripada harus dengan membentak, karena menurut hemat saya masa anak-anak
adalah titik dasar pembentukan karakter dan kepribadian, dan orang tua ataupun
pendidik merupakan panutan dari seluruh perilaku dan karakter yang akan direkam
dan dicontoh oleh anak atau anak didiknya.
Tapi
entahlah setiap orang punya cara dan persepsi sendiri-sendiri dalam melakukan
pendekatan terhadap anak-anak ataupun anak didik, Pembacapun insya Allah
juga punya cara sendiri cara mengekspresikan terhadap anak-anak.
~silahkan di share di kolom komentar ~
Anak-anak itu makhluk peniru. Apapun yang ada disekelilingnya pasti akan dicoba dan ditiru. Maka sebaiknya orang tua menjadi Qudwah Hasanah (Teladan yang baik) bagi putra-putrinya. Artikel yang inspiratif. :)
ReplyDeleteAda pepatah Buah tidak akan jauh dari pohonnya, kalaupun jatuh tidak akan jauh, mungkin artinya anak2 itu peniru ulung orang tuanya..
Deleteebelum komen mau tanya dulu ah, kok Dev dipanggil "adik"?
ReplyDeleteTrus, kenapa gambarnya bukan foto Dev? Baru tau kalau papa Dev namanya Daddy. Wkwkwk. OOT.
Waktu Luthfan SD juga pernah mendapat guru yang keras. Membuat Luthfan takut masuk sekolah. Waktu ditanya katanya walikelasnya suka kasar. Waktu itu aku mikir gmn caranya spy aku bs membuat Luthfan nyaman dgn gurunya. Obrol punya obrol, aku nemu cara pendekatannya. Aku sengaja selalu mengajak Luthfan mendengar aku dan gurunya ngobrol layaknya teman. Melihat aku dan gurunya berteman, luthfan jadi nyaman dgn gurunya. Akhirnya dia ngga takut lagi ke sekolah.
Lah kok malah curhat...
Deleteidenya perlu ditiru ini.
Deletedulu waktu kecil devon dipanggil adik kok mbak, soalnya devon cucu yang paling kecil.
Kadang anak hanya membutuhkan rasa nyaman, hingga dia bisa menerima sebuah keadaan. Jgn kita yang selalu mengambil keputusan utk menyelesaikannya, tp dorong dr blkg.
DeleteTdk menuruti kemauan Dev yg minta pindah sekolah itu betul banget. Sb nanti bs jadi kebiasaan, anak tdk mau menyelesaikan mslh tp lari dr masalah.
waktu itu saya melihatnya karena emosi sesaat dari Dev, biasa dimasa transisi dan dilingkungan baru kan perlu adaptasi, buktinya setelah naik klas 8 sampai sekarang, diledek mau dipindahin malah gak mau.
DeleteKalau pindahnya ke Jakarta boleh deh!
DeleteEeehh, tulisan di foto udah diganti. Mas Daddy kemana? :D
DeleteAh, subhanallah... Saya mengalami kesulitan yang sebaliknya.. Karena mungkin terbiasa dibentak dan ditegur dengan intonasi suara yang tinggi, para murid dan mahasiswa tidak kunjung merubah bad attitude mesti sudah disindir berkali-kali. Bahkan ada wali murid yang mengecam bahwa saya kurang tegas terhadap anak-anak mereka karena saya cenderung lebih suka pendekatan secara friendly terhadap mereka...
ReplyDeletedisini, ada simalakama rupanya.
Berlaku ridhannaas ghayatun laa tudrak sepertinya :))
berarti memang pendidik harus dibekali ilmu psykology ya mbak, karena setiap anak punya sifat dan karakter yang berbeda, tapi kan harus dibedakan antara keras dan tegas...
Deletetetap semangat menjadi pendidik ya mbak
Destin juga pernah mengalami hal serupa berkaitan dengan rambut.
ReplyDeleteDulu, papanya DnB suka anaknya berambut panjang. mumpung masih belum SD, katanya. Tetapi di TK B, tiba2 destin tak mau sekolah jika tidak potong rambut.
Di SD pun kejadian. menurut kami masih batas cepak, tapi Destin di suruh potong rambut. Dia sampai menangis ketika kami terus mengelak. Dia seperti trauma banget dengan rambut kepanjangan. "rambutku panjangnya harus 2 cm, pa.." dan sejak itu, secara berkala ia harus potong rambut.
Untung tidak minta pindah sekolah, ya...
Oh Destin... apa kabarnya nak...
Deletetapi sekarang sudah gak trauma lagi kan mbak..
salam buat Destin
Toss..Devon..te nchie juga sama ga terbiasa dengan suara nada tinggi..
ReplyDeletekarena aku suka kelembutan..
cieee... hatinya selembut salju ya Te Nch ?
Deletekan wanita memang lembut dan suka kelembutan...
yup. mengajarkan anak cara keras malah biasanya lebih susah masuknya
ReplyDeleteaku juga ga mau dibentak2 devon kita sama ya
ReplyDelete